Jumat, 31 Januari 2014

6 Arah Berpikir yang Saling Menguatkan

Anggap saja, kita para partisan Sekolah Khittah Fahmina adalah sedang bermain, dimana kita berada pada suatu lapangan permainan. Begitu kita masuk suatu lapangan, maka kita terikat dengan suatu aturan permainan, rule of the game. Pada pertemuan pertama, 20 Januari 2014, kita sepakat pada nilai yang kita ikrarkan "Kita adalah setara, Kita adalah saudara, Kita akan memajukan Fahmina untuk kemajuan kita bersama, bangsa, dan manusia dunia'.

Ikrar nilai ini meniscayakan aturan permainan yang menempatkan setiap partisan Lattana diperlakukan secara setara, memperoleh hak suara yang sama, hak belajar yang sama, dan sebagai anggota tim yang jika lemah diperkuat dan jika kuat mengajari yang lemah. Salah satu aturan yang disepakati kemudian adalah: "Kita akan membicarakan dan melakukan kerja-kerja Lattana dalam konteks kelembagaan dan semangat kebersamaan". Aturan ini perlu ditegaskan agar proses kritik dan perbaikan tidak mengarah pada individu, tetapi pada sistem, aturan, dan budaya yang harus diemban bersama.

Untuk menurunkan aturan main ini, pada hari Kamis, 30 Januari 2014, kita diperkenalkan dengan 6 Arah Berpikir yang disimbolkan dengan 6 Warna Topi oleh Realina Uzra. Kita biasanya lebih banyak menggunakan salah satu arah berpikir, tetapi sebagai komunitas Lattana, kita harus memulai untuk menggunakan keenam arah berpikir ini secara paralel, untuk memperkuat kebersamaan, dan mempercepat capaian kemajuan.

Enam Arah Berpikir ini diciptakan oleh Dr. Edward de Bono dalam bukunya: Six Thinking Hats. Secara umum, konsep ini didasarkan pada premis bahwa otak manusia memiliki enam cara berpikir; berpikir dengan perasaan (Topi Warna Merah); berpikir dengan basis keinginan harapan (Topi Warna Kuning); berpikir mencari data dan fakta (Topi Warna Putih); berpikir memberi usulan dan gagasan (Topi Warna Hijau); berpikir melemahkan, mengkritik,dan memunculkan kekhawatiran/kelemahan (Topi Warna Hitam); dan berpikir mengelola kelima cara berpikir itu untuk mencari prioritas yang harus dilaksanakan (Topi Warna Biru).

Keenam warna topi ini harus selalu menjadi kesadaran bersama sebagai komunitas yang para anggotanya adalah setara dan saudara. Jika ada salah satu anggota yang hanya memakai satu warna saja, atau dua saja, maka anggota yang lain menanyakan dan mendorong agar ada warna-warna lain yang melengkapi. Kita harus mengupayakan agar satu atau dua warna tidak menjadi dominan dalam diri kita, terutama kita sebagai komunitas yang setara dan bersama.

Ketika kita menyatakan "Suka" pada seseorang, atau kegiatan tertentu di Fahmina (berarti kita sedang pakai Topi Warna Merah), yang biasanya "kesukaan" akan melahirkan berbagai harapan, keinginan dan optimisme (lalu kita pake Topi Warna Kuning). Salah satu di antara kita perlu mengejar dengan pertanyaan: emang faktanya apa atau datanya mana? (Warna Putih); apa usulan ide atau gagasannya? (Hijau). Tentu, orang yang membeberkan data, berarti dia sedang memakai Topi Warna Putih dan orang yang membawa usulan dan gagasan adalah sedang memakai Topi Warna Hijau. 

Di antara kita perlu ada yang memakai Topi Warna Hitam, yang mengingatkan kita segala kemungkinan buruk, yang mengkritik gagasan kita, dan membuat kita awas. Dan semua arah beripikir itu harus dikelola agar salah satunya tidak dominan, dan agar ada yang bisa diprioritaskan, lalu dilaksanakan, dan yang mengelola ini adalah sedang memakai Topi Warna Biru.

Kita perlu warna MERAH untuk memulai pembicaraan, diskusi, dan mengungkap emosi dan perasaan. Tetapi ia tidak bisa dibiarkan sendirian, nanti akan berkembang menjadi “pemujaan” yang tidak mendasar atau sekedar “gossip” murahan. Kita perlu memastikan ada dukungan PUTIH dengan data dan fakta, bukan interpretasi. Data ini bukan untuk mementahkan perasaan, tetapi untuk menuntunnya membuka jalan perbaikan ke depan, harapan yang terbuka di depan, dan optimisme dari warna KUNING. Optimisme ini juga tidak akan berarti jika tidak ada gagasan apa yang kongkrit yang bisa dilaksanakan dan diterapkan oleh warna HIJAU. Mungkin, atau biasanya, di antara kita masih ada yang ragu, khawatir, atau bahkan mengkritik dan melemahkan gagasan maupun fakta, dengan warna HITAM. Tetapi semua warna ini, bagi BIRU, akan dikelola, dianalisis, dan disusun agar menjadi kekuatan untuk kebersamaan dan kemajuan.

Jadi, jika di antara kita ada yang bilang: "Wah, aku tidak suka bekerja diatur-atur di Fahmina, aku lebih suka bekerja sesuai kesukaan hati saya", maka kita bisa bilang: "Wow...anda sedang memakai Topi WARNA MERAH nih...". Kita tidak perlu marah, jengkel, atau mendukung semata, apalagi membabi buta. Karena kita adalah setara dan saudara. Kita juga akan bekerja secara bersama untuk kemajuan bersama.

Maka, yang diperlukan adalah lalu menghadirkan WARNA PUTIH, memikirkan WARNA HITAM, mendatangkan WARNA KUNING, dan meminta WARNA HIJAU untuk memikirkan untung-rugi, baik-buruk, manfaat-mudarat dari ungkapan perasaan di atas untuk kita sebagai komunitas yang anggotanya setara dan saudara. Kita tidak bisa membiarkan warna-warna ini berpisah dan masing-masing, tetapi kita harus menghadirkannya secara bersamaan, atau paralel, laksana pelangi. Yang menghadirkan ini adalah WARNA BIRU.

Yang harus diingat, keenam warna topi ini bagi kita, adalah salah satu cara bermain dalam lingkaran Lattana. Kita pakai sebagai permainana yang menyenangkan. Kita tidak perlu bertengkar untuk memastikan warna, tidak perlu juga tersinggung jika kita dianggap punya warna tertentu. Suatu saat, kita perlu ganti dengan cara bermain yang lain, yang lebih mengasyikkan dan menyenangkan.

Selamat bertopi warna-warni ya..


Mugu Faqih

Senin, 20 Januari 2014

Apa itu Sekolah Khittah-Fahmina

Untuk mempermudah: Sekola Khittah-Fahmina disingkat saja, LATTANA, dan seterusnya kita menulisnya demikian.

Mengapa Lattana?

Tiga Belas Tahun sudah fahmina lahir, hidup, bergerak, membesar dan menghadapi berbagai tantangan internal dan eksternal. Ibarat manusia, ia sedang menginjak usia pubertas yang penuh pancaroba. Ingin mencoba segala hal, bertemu dengan banyak orang, mengalami banyak tantangan, berharap segala rupa, lalu galau menentukan arah ke depan. Dalam kegalauan ini, ia ingin merenung sejenak merefleksikan segala nilai dan tradisi, dan menata kembali langkah-langkahnya untuk menyongsong masa depan.

LATTANA adalah ruang dan masa dimana seluruh pegiat yang sehari-hari di fahmina duduk mengenali kembali seluruh yang melingkupi diri dan lembaga. Tak kenal maka tak sayang. Mengenali lalu belajar kembali untuk menyongsong masa depan. Belajar mengenali lalu belajar memperbaiki. Baik nilai, sistem, budaya, relasi, dan kepribadian. Untuk Islam kita, untuk diri kita, untuk lembaga kita, untuk bangsa-negara, untuk kemanusiaan dunia.

LATTANA ini dicetuskan pada pada pertemuan Team Building para pegiat Fahmina-ISIF, Senin tanggal 20 Januari 2014. Tetapi semangatnya lahir dari rahim kebijakan rapat tahunan Majlis Pengurus Fahmina pada tanggal 8 Januari 2014, yang menegaskan tahun 2014 sebagai tahun Khittah Fahmina.

Lalu Apa itu Khittah-Fahmina?

Khittah adalah istialh khas pesantren yang menggambarkan nilai dasar suatu lembaga atau organisasi. Berasal dari bahasa Arab, ia pada awalnya bermakna luas: jalan, garis, rancangan, nilai dasar, juga mimpi dan harapan. Khittah-Fahmina mencakup semua makna ini yang sedang bergelayut dalam atmosfir Fahmina.

Fahmina sendiri adalah sebuah lembaga non-profit yang didirikan komunitas pesantren Cirebon, gagasan KH Husein Muhammad, Faqihuddin Abdul Kodir, Marzuki Wahid dan Affandi Mukhtar. Dari mulai nol, beraktifitas pada kerja-kerja transformasi sosial berbasis tradisi pesantren, sekarang sedang berjuang mengelola dan membesarkan perguruan tinggi Institut Studi Islam Fahmina (ISIF) dan sekolah nahkoda, SMK Buana Bahari Cirebon (BBC), di samping kerja-kerja komunitas berskala lokal, nasional, dan kadang regional. Dus, Khittah-Fahmina adalah tekad semua pegiat lembaga untuk duduk sejenak barang satu tahun melihat semua yang telah dilakukan dan dialami selama empat belas tahun untuk didudukkan kembali pada nilai-nilai dasar semula dan merancang masa depan yang lebih tertata. Demikianlah semangat Khittah-Fahmina yang digagas Majlis Pengurus.

Apa Tujuan Lattana?
Proses LATTANA ini bertujuan MENGENALI lalu MEMPERBAIKI. Yang perlu pertama kali dikenali adalah diri masing-masing pegiat Fahmina, kemudian lembaga itu sendiri. Diri dalam kaitannya dengan lembaga, dan lembaga dalam kaitannya dengan diri masing-masing individu yang ada di dalam. Dengan MENGENALI, proses PERBAIKAN dan PENGUATAN akan berpijak pada sesuatu yang nyata, dialami, terkait dan dibutuhkan. Dari proses ini, diharapkan lahir insan-insan yang beriman, penuh semangat, riang, dan kapabel mengemban misi dan kerja Fahmina untuk keislaman, keindonesiaan, dan kemanusiaan.

Apa Perspektif Dasar Lattana?
LATTANA didasarkan pada perspektif pembelajaran orang dewasa, atau andragogi. Sehingga, pengalaman tiga belas tahun Fahmina akan menjadi basis pengetahuan awal untuk refleksi, memproses, dan merumuskan masa depan. Para pegiat Fahmina, yang bekerja di Yayasan dan ISIF, menjadi partisipan yang akan saling belajar satu sama lain, secara sederajat dan setara. Kepercayaan diri adalah sesuatu yang akan ditumbuhkan pertama kali dalam Sekolah ini, agar setiap partisipan bersedia menerima dan memberi dalam proses ini. Dalam perspektif ini, setiap orang adalah guru sekaligus murid. Kita memanggil masing-masing kita, MuGu, murid sekaligus guru, atau KiSan, kiai sekaligus santri.

Siapa Pengelola Lattana?
Sekolah ini akan dikelola secara administratif oleh Mugu Rosidin, Mugu Satori, dan Mugu Farida Mahri (Ida), dengan didampingi oleh Mugu Faqihuddin Abdul Kodir (Faqih). Pengelolaan LATTANA ini akan dipertanggung-jawabkan pada Majlis Pengurus yang dipimpin Kamala Chandrakiran, dengan anggota KH Husein Muhammad, Marzuki Wahid, Lies Marcoes-Natsir, dan Dewi Laily Purnamasari. Pengelolaan ini akan disupport dan didampingi konsultan Realino Uzra dan Dwi Ruby Khalifah dari AMAN-Indonesia.

Apa Kurikulum Lattana?
Visi misi Fahmina, perencanaan program jangka panjang dan jangka pendek, perumusan aturan kelembagaan, struktur relasi antara lembaga dalam Yayasan, struktur pelaksana Yayasan, dan perumusan sistem organisasi serta pembiasaan budaya ogranisasi yang sehat, kuat, bersih dan bertanggung-jawab. Kurikulum ini dibumikan dalam tiga layer; pertama pengalaman/kerja-kerja konvensional yang sudah biasa dilakukan para partisipan pada tahun-tahun sebelumnya; kedua pengalaman/pengetahuan/kerja-kerja baru yang menjadi pondasi Khittah; ketiga adalah segala yang mengantarkan pengalaman awal ke pengalaman baru ke depan, yang kita sebut sebagai penguatan, atau capacity building.

Kapan dan dimana Lattana berlangsung?
Sekolah ini akan mulai efektif pada awal bulan Februari 2014 sampai akhir Desember 2014, bertempat di Komplek Fahmina, Jl. Swasembada 15 Majasem, Karya Mulya Cirebon. Beberapa aktifitas mungkin akan mengambil tempat di luar kawasan, di luar kota Cirebon bagi sebagian partisipan, atau bisa jadi ke luar negeri bagi sebagian yang lain.